Jangan Bisu Jadi Penonton, Mahasiswa Jaman Now Wajib Jadi Juri Pilkada Malang

325
SHARES
2.5k
VIEWS

Pilkada yang akan digelar untuk memilih pemimpin Kota Malang sekarang memasuki siapa yang akan mencalonkan diri. Ada sejumlah nama yang sudah muncul di permukaan.

Namun, siapa yang sadar jika kita lupa, atau sengaja dilupakan untuk berbicara kebutuhan Malang dan warganya. Lebih dari siapa pemimpin kita nantinya, apakah politik yang hari ini diperdebatkan sebagai sebuah kebutuhan warga atau kebutuhan elit politik. Dan memang bicara kebutuhan warga Malang memang jauh tidak menguntungkan media karena isunya tidak populis.

RelatedPosts

Mahasiswa, Juri Netral Corong Warga Malang Jaman Now

Bagi kota-kota besar yang disebut kota pendidikan, saat Pilkada, nampaknya peran mahasiswa tidak begitu ambil bagian. Suatu contoh kota Malang. Sepertinya mahasiswa tidak peduli apa arti dinamika politik demokrasi Malang. Pernahkah mahasiswa membangun suara kritis guna membantu masyarakat Malang ? Meskipun kita tahu, kadang ada demonstrasi aspiratif seperti membantu memperjuangkan nasib relokasi pasar Dinoyo dan Blimbing Malang.

Pada jelang Pilkada seperti ini, peran mahasiswa juga penting didorong mampu menjadi juri pemilihan. Peran tersebut dapat diwujudkan melalui kreatifitas yang tidak harus melulu demonstrasi.

Pada zaman ini, digitalisasi aspirasi membuktikan lebih efektif dalam menyampaikan pesan. Perubahan informasi dan teknologi melahirkan partisipasi kreatif. Ada salah satu pemuda kreatif yang membuat aplikasi pemantauan hasil pemilu secara online. Aplikasi tersebut langsung dapat digunakan oleh masyarakat umum. Perubahan yang cepat di bidang informasi dan teknologi dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dalam meningkatkan partisipasinya menjadi juri dalam mendorong lahirnya kualitas partisipasi demokrasi.

Mahasiswa zaman now. Hidupnya akrab dengan teknologi seharusnya juga mampu berkarya dalam penguatan kecerdasan artifisial. Kecerdasan dengan kekuatan permainam bahasa informasi, pemrogramam dan aplikasi dari yang sederhana (gratisan) sampai yang berbayar atau dengan ciptaannya sendiri adalah peluang demokratisasi tanpa batas.

Apalagi saat ini hampir dipastikan gelombang informasi politik sudah digerakkan dengan kekuatan kecerdasan artifisial. Perubahan informasi, atau bahkan telah menjadi lompatan dahsyat (dalam ilmu fisika biasa dikenal dengan istilah kuantum) bagi perubahan mindset dan perilaku orang. Apa yang viral sekarang adalah apa yang menjadi benar dan apa yang salah pula. Jika deliberasi komunal yang masif telah terjadi maka proses pembangunan wacana kebenaran politik tentunya ditentukan oleh kekuatan kebenaran informasi maya.

Masyarakat mengambang (floating mass) justru akan mudah dikonstruksi oleh kebenaran semu tersebut. Contohnya Pilgub DKI, bagaimana politik identitas dipantik dari sebuah potongan video dan masyarakat buta mengonsumsi informasi tersebut. Benar salah sudah tidak lagi bisa dicerna. Benar salah tergantung konstruksi dominan yang mampu menyentuk emosi dan persepsi awam. Kondisi tersebut sangat mudah tercipta dan mempengaruhi publik.

Nah, sebagai mahasiswa, sebagai anggota masyarakat yang terdidik perlu menyadari perannya dan bisa mengambil bagian di gerakan penyadaran politik masyarakat melalui penguatan kecerdasan artifisial. Dalam konteks Pilkada Kota Malang transformasi kesadaran politik demokrasi bisa diciptakan dari kamar-kamar kos mahasiswa atau dari nongkrong di warung kopi dan tempat-tempat rekreatif. Cara ini lebih murah dan membuka kesempatan seluas-luasnya bagi individu mahasiswa.

Bagi saya peran ini wajib diambil mahasiswa. Warga butuh juri agar mampu memilih pemimpin dengan bijak agar pikiran pemilih tidak dikooptasi semata oleh Calon atau Partai. Bukankah mahasiswa menggunakan sebagian besar layanan di Malang ini yang sebenarnya sebagian yang lain mahasiswa harus berbagi dengan warga Malang ? Sudah sepatutnya pikiran cerdas mahasiswa dapat dijadikan sebagai juri politik demokrasi Pilkada yang menyeimbangkan secara adil antara kepentingan calon Penguasa dengan keadilan masyarakat

Sederhana saja. Saat saya diundang PC PMII Kota Malang, saya menyampaikan, jikalau ada 50 rayon yang tersebar di Malang, maka setiap anggora Rayon PMII melakukan reproduksi kritis menggunakan kecerdasan artifisial, maka kita bisa membantu membangun isu politik demokrasi yang berpihal pada kecerdasan politik warga. Kita bisa membuat gerakan kritis masif. Cukup foto realitas kritis, lalu unggah di instagram atau media sosial lain, maka imformasi yang lahir dari mahasiswa pergerakan jauh lebih kredibel daripada produsen hoax ala pemain politik.

Kemampuan tersebut dapat diciptakan melalui lini kepemimpinan media artifisial juga. Cara ini membantu masyarakat agar tidak terjebak dalam logika kebohongan dalam menyerap informasi politik jelang pemilihan Walikota Malang. Peran juri ini dapat memberikan tersedianya informasi politik yang lebih memihak pada logika kritis ketimbang logika kebohongan yang sangat menguasai jagat pikir masyarakat yang sudah tidak bisa dilepaskam lagi dari pengaruh arus deras informasi dunia maya.

Mohammad Mahpur

Mohammad Mahpur

Ilmuan Psikologi Sosial, Peace Activist and Gusdurian Advisor, Writer, Pemberdaya Masyarakat dan Komunitas. Founder Kampus Desa Indonesia. Memberikan beberapa pelatihan gender, moderasi beragama, dan metodologi penelitian kualitatif, khusus pendekatan PAR

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.