Dokter Rakyat: Betulkah Selfie Termasuk Gangguan Mental Narsisisme

326
SHARES
2.5k
VIEWS

DokterRakyat [KampusDesa]

Tragedi selfie selalu saja memakan korban.
Ini mengingatkan kita akan bahaya narsisisme. Waspadalah!

Hobi berfoto selfie seringkali dikaitkan masyarakat awam dengan narsisisme. Padahal, terminologi “narsis” dalam pandangan umum amat jauh berbeda dengan perspektif kedokteran. Referensi medis cenderung menghubungkan narsisisme dengan gangguan kepribadian narsisistik (GKN).

RelatedPosts

Menurut DSM-IV, GKN adalah gangguan personaliti dengan perasaan kebesaran/kebanggaan pada diri sendiri (yang berlebihan) dan merasa dirinya sangat hebat/superior. Singkatnya, GKN bercirikan: perilaku bangga/takjub pada diri-sendiri, egosentris, agresi, dan kurang empati.

Penyebab

Tumpang-tindih antara GKN, psikopati, dan gangguan kepribadian antisosial menyebabkan berkembangnya riset psikofisiologis yang memunculkan beragam teori/mekanisme penyebab.Teori psikodinamika menyarankan bahwa periode konstruksi-rekonstruksi ego penting untuk memelajari perkembangan GKN.

Literatur lain menyebutkan; ada interaksi antara harga diri dan GKN karena teori-teori klinis dan riset empiris telah membuktikan ada berbagai jenis penderita GKN yang berbeda tingkat harga dirinya. Penderita GKN tipe covert/vulnerable; memiliki harga diri rendah, dimana di dalam kehidupan sosial, ia cenderung malu dan introvert. Sebaliknya, ada penderita GKN tipe overt/grandiose; memiliki harga diri tinggi, dimana ia ekstravert dan memiliki orientasi interpersonal yang dominan.

Terganggunya empati juga berperan dalam mekanisme GKN. Dari perspektif psikobiologis, empati adalah proses kompleks, meliputi: faktor lingkungan, biologis, persarafan. Semua ini mengaktivasi otak bagian korteks temporal superior.

Pola pengasuhan yang salah, dimana orangtua selalu memanjakan atau terlalu banyak mengkritik anak, juga berpotensi memunculkan GKN saat ia tumbuh dewasa.

Beragam teori tentang GKN terus bermunculan, namun penyebab pasti belum diketahui.

Klasifikasi

Gradasi narsisisme ada beberapa tingkat. Narsisisme normal/sehat, masih peduli dan menerima kekuatan-kelemahan diri/seseorang, bisa merasakan kepuasan saat bekerja, berekspresi kreatif, tanpa muncul kecemasan dan konflik, alias hidup di dalam harmoni dan keselarasan nilai-nilai moral. Hal ini dapat diketahui dari kuesioner Narcissistic Personality Inventory (NPI), yang terdiri dari 16-40 pertanyaan.

Narsisisme di tingkat neurotik; bercirikan individu ini menunjukkan kebutuhan yang berlebihan untuk dipuji orang lain, sangat (mudah merasa) cemburu, kurang berempati kepada orang lain, cenderung menyalahgunakan kebaikan orang lain demi kepentingan pribadinya. Individu di tingkat ini menunjukkan adaptasi yang baik meskipun superfisial, sedangkan pengalaman subjektifnya berkisar dari menipis (deplesi) hingga meninggi (riang-gembira). Ia sulit menjalin relasi interpersonal yang akrab dalam jangka waktu lama, sulit merasa puas atas prestasi yang telah dicapainya, disebabkan karena tidak adanya apresiasi (terutama berupa pujian) dari orang lain.

[Paragraf Bersponsor] Beli salah satu buku si DokterRakyat berjudul “The Art of Medicine, Seni mendeteksi, dan menyembuhkan 88 penyakit dan gangguan kesehatan. Pendamping setia sebelum ke dokter.” Diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama Jakarta Tahun 2016. Cukup baru. Buku ini seolah mencegah anda untuk tidak ke dokter. Cukup membacanya maka anda barangkali akan menunda pergi ke dokter karena mendapat panduan dari buku ini. Tetapi tetap jika ada keluhan yang tidak bisa ditangani sendiri, pergi ke dokter adalah sebuah keharusan. Tetapi kemampuan merawat kesehatan juga penting sehingga memiliki buku ini juga sama pentingnya dengan anda memiliki dokter rumah 24 jam. Buku ini dapat dibeli melalui online dengan mengunjungi link berikut >> getscoop, amazon, gramedia [Paragraf Bersponsor]

Narsisisme di tingkat ambang-batas (borderline); misalnya individu dengan GKN, bercirikan: kurang dapat menoleransi kecemasan, kurangnya pengendalian gerak hati, kegagalan di dalam mempertahankan kemesraan di dalam hubungan cintakasih, hampir selalu gagal menunjukkan prestasi yang baik di setiap bekerja. Hal ini dikarenakan adanya konsep diri ideal-diri lemah yang terpecah.

Solusi
Untuk mengatasi GKN dikembangkan model psikoterapeutik integratif, yang secara sistematis memadukan elemen-elemen gestalt, relasi objek, psikoterapi psikodinamik, perilaku kognitif, terapi berfokus emosi menjadi model konseptual yang komprehensif. Pendekatan ini disebut terapi skema, dikembangkan oleh Jeffrey Young dkk. Terapi skema telah diadopsi oleh lebih dari 40 negara di dunia.

Pendekatan lain yang dipakai untuk mengatasi GKN adalah terapi perilaku dialektik. Rumitnya terapi GKN ini salah satunya disebabkan karena GKN tumpang-tindih dengan gangguan kepribadian borderline.

Hingga kini memang belum ada cara efektif untuk mencegah GKN, mengingat GKN belum diketahui pasti penyebabnya dan sering tumpang-tindih dengan gangguan lainnya. Meskipun demikian, bahaya GKN perlu diwaspadai sejak dini dan ditanggulangi dengan komunikasi dari hati ke hati.

dr. Dito Anurogo, dokter digital/online di detik.com, penulis lebih dari 18 buku dan lebih dari 333 karya tulis terpublikasi, CEO/Founder Indonesia Literacy Fellowship dan Srikandi Forum Indonesia, S-2 IKD Biomedis FK UGM Yogyakarta. Email: dito.anurogo@mail.ugm.ac.id

CARA KONSULTASI : ANDA BISA KONSULTASI DENGAN MENGIRIM PERTANYAAN SEPUTAR KESEHATAN KE WA 081335729355 DENGAN CARA : KETIK DOKTERRAKYAT | TULISKAN PERTANYAAN SECARA JELAS. DIAKHIR KALIMAT TUTUP DENGAN FORMAT [KAMPUSDESA.OR.ID]

Dito Anurogo

Dito Anurogo

Dokter literasi digital, dokter rakyat di Kampus Desa Indonesia, dosen FKIK Unismuh Makassar, penulis puluhan buku, sedang menempuh S3 di Taipei Medical University Taiwan.

Arsip Terpilih

Related Posts

Welcome Back!

Login to your account below

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.